• English
  • Bahasa Indonesia

Webinar Keadilan Pemilu oleh AIPI, Bagja Tegaskan Pengawasan Lingkupi Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjadi narasumber dalam webinar bertajuk Keadilan Pemilu yang diselenggarakan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) melalui daring (dalam jaringan), Selasa (24/10/2023).

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan kewenangan Bawaslu dalam penegakan dalam lingkup pengawasan yang mencakup upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran. Dia pun menyatakan, Bawaslu telah menyelesaikan sengketa proses pemilu hingga 29 Agustus 2023 sebanyak 72 permohonan dan menangani 390 dugaan pelanggaran sampai dengan 16 September 2023.

Bagja menuturkan, dalam kewenangan Bawaslu lingkup besarnya dari sisi pengawasan. Dari pengawasaan ini, lanjutnya, dibagi menjadi upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu. "Ketika pencegahan tidak bisa dilakukan, maka dilakukan penindakan atau penanganan pelanggaran pemilu," katanya dalam webinar bertajuk Keadilan Pemilu yang diselenggarakan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) melalui daring (dalam jaringan), Selasa (24/10/2023).

Dia menyatakan, prinsip penanganan pelanggaran pemilu meliputi enam hal. Pertama, ungkapnya, berorientasi perlindungan hak politik yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. "Lalu, menjamin kepastian hukum," ucapnya.

Dia melanjutkan, prinsip ketiga, memberikan kemudahan bagi kandidat dan masyarakat dalam menyampaikan laporan. Keempat, transparan, sehingga proses dan hasilnya mudah diketahui. "Kemudian proses penanganan pelanggaran yang cepat dan efektif. Terakhir, penanganan pelanggaran berbasis teknologi. Kami sendiri menggunakan media sosial sebagai media yang yang efektif, mudah dan diakses dalam persidangan adjudikasi sengketa proses maupun persidangan penanganan pelanggaran administrasi. Sedangkan untuk tindak pidana pemilu disesuaikan dengan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) dan disesuaikan dengan hal-hal yang diatur dalam hukum acara pidana pemilu," jelasnya.

Menurutnya masalah hukum pemilu melingkupi pelanggaran pemilu atau pemilihan (pilkada), sengketa proses pemilu maupun pilkada, tindak pidana pemilu atau pilkada, dan sengketa perselisihan hasil pemilu atau pilkada. "Penegakan hukum pemilu diperlukan agar menjaga kualitas demokrasi 'on the track'," ujarnya.

Dia mengungkapkan, dalam perspektif The International IDEA (The International Institute for Democracy and Electoral Assistance) tak memasukan hukum pidana pemilu dengan alasan ditangani oleh lembaga lain. "Akan tetapi, di Indonesia termasuk salah satunya penegakan hukum pidana pemilu yang diatur dalam hukum acara sendiri. Tindak pidana pemilu diselesaian dalam waktu maksimal 45 hari yang prosesnya terbilang cepat dari biasanya tiga sampai enam bulan," tegas sarjana hukum dari Universitas Indonesia ini.

Lelaki kelahiran Medan, 10 Februari pada 43 tahun silam ini menyatakan sengketa proses pemilu maupun pemilihan juga merupakan kewenangan Bawaslu. "Ada dua jenis sengketa proses pemilu yaitu yang berasal dari antarpeserta dan antarpeserta pemilu dengan penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Putusannya diberikan langsung kepada para pihak," tegas dia.

Bagja mengatakan, sampai dengan 29 Agustus 2023, Bawaslu telah menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu 2024 sebanyak 72 permohonan terkait dengan pencalonan DPD, DPR, DPRD tingkat provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten/Kota/ "Dari 72 permohonan tersebut, sebanyak 64 permohonan diregistrasi, enam permohonan tidak diregistrasi, dan dua permohonan tidak dapat diterima. Dari 64 permohonan yang diregistrasi tersebut sebanyak 47 diselesaikan melalui mediasi, 15 permohonan berlanjut dalam tahap adjudikasi, dan dua permohonan gugur," sebutnya.

Dia menambahkan,untuk penanganan pelanggaran Pemilu 2024, hingga 16 September 2023 Bawaslu telah menangani total 390 dugaan pelanggaran yang terbagi 194 temuan dan 196 laporan. "Dalam penanganannya 259 sebagai pelanggaran dan 127 bukan pelanggaran. Sedangkan dari 259 tersebut terbagi 39 sebagai pelanggaran administratif, lima tindak pemilu, dan 181 pelanggaran kode etik, dan 34 masuk pelanggaran hukum lainnya. Untuk pelanggaran kode etik, kami serahkan kepada teman-teman DKPP," ungkapnya.

Selain itu, dalam melaksanakan kewenangan Bawaslu mendapatkan sejumlah kendala. Bagja menyebutkan salah satunya hingga saat ini, Bawaslu belum mendapatkan akses Silon (Sistem Informasi Pencalonan) untuk mengecek dokumen yang diberikan bermasalah atau tidak. "Sampai dengan pendaftaran pencalonan bakal calon presiden, Bawaslu belum mendapatkan akses Silon untuk mengecek datanya karena KPU beralasan adanya perlindungan data pribadi," ucap dia.

Perlu diketahui, dalam acara yang dimoderatori Ramlan Surbakti ini menghadirkan sejumlah narasumber lainnya pegiat pemilu sekaligus mantan Anggota KPU periode Hadar Nafis Gumayseperti Hadar dan Dosen UI sekaligus Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Acara yang dibuka Ketua AIPI Jatna Supriatna ini diikuti oleh sejumlah ratusan peserta yang merupakan akademisi, mahasiswa, aparatur sipil negara, dan masyarakat luas.

Editor: Hendi Purnawan

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu